search

Jumat, 19 Februari 2010

Fair Play

Out...???...Out nJero...!!!
Out...???...Out Angel...!!!

Sebuah Permainan tak bisa lepas dari yang namanya peratuan.
Apapun jenis permainan, tetap selalu ada sebuah kesepakatan antara pelaku itu sendiri maupun pihak lawan. Dengan adanya peraturan, disiplin permainan selalu bisa ditegakkan untuk tetap bisa menjunjung tinggi sebuah motto Fair Play.
Disiplin yang paling utama adalah kejujuran dalam permainan itu. Kejujuran harus selalu dinomor satukan dalam setiap permainan. Dalam suatu permainan selalu sebuah motto utama adalah Fair play, dan selalu diikrarkan sebelum permainan dimulai. Tapi dalam kenyatannya selama permainan itu berlangsung, ketika tenaga dan pikiran sudah terkuras konsentrasi jadi buyar, terbersitlah untuk berbuat tidak jujur. Keseimbangan arogansi Kesombongan mengalahkan lawan dengan tidak mengakui kemampuan skill atas lawan menjadi berbanding terbalik dengan kejujuran yang menopang prinsup utama fair play yang diikrarkan. Sehingga dalam suatu permainan selalu saja yang namanya Fair play menjadi urutan kedua setelah motto prinsip berubah menjadi memenangkan sebuah permainan mengalahkan lawan dengan telak. Disinilah arogansi kesombongan menjadi kuat mengalahkan musuh dengan tidak fair alias curang.
Jujur dan arogansi bukanlah musuh berlawanan yang harus saling mengungguli, tapi sebuah instrument dari karakter dasar manusia yang seiring sejalan sesuai dengan porsi fungsi masing masing.
Jujur dibutuhkan untuk tidak merusak atau melanggar aturan sehingga motto fair play bisa dijunjung tinggi, menang maupun kalah menjadi kebanggaan tersendiri. Kebanggaan untuk bisa tahu seberapa tinggi tingkat kekuatan kita menguasai sebuah permainan tersebut dan mengakui kemampuan lawan atas keahlianya.
Arogansi juga kita butuhkan untuk membangun mental kita menjadi lebih percaya diri untuk mematahkan mental lawan, tentunya tidak dengan anarki.
Kalau sudah kejujuran dan arogansi berjalan selaras, sebetulnya sudah tidak diperlukan lagi pengawas ataupun saksi dalam permainan.
Namun dalam perkembangan sejarah manusia, pelanggaran peraturan sudah menjadi trik sendiri untuk mencapai tujuan. Disinilah mulai diperlukan adanya saksi pengawas untuk menjaga keseimbangan permainan. Saksi pengawas permainan yang sekarang disebut Wasit, sesungguhnya bukanlah sang pengadil atau sang pemutus untuk menegakkan permainan tetap berjalan secara fair play. Banyak sudah yang kita lihat sebagai bukti adanya permainan fair play dalam permainan yang dimainkan oleh masyarakat bawah / permainan rakyat, mereka tidak menggunakan wasit tapi tetap bisa enjoy bermain secara fair play. Hal ini karena antara lawan dan yang melawan sudah saling sepakat dan memahaminya sebelum dimulai.
Masih perlukah Sang Pengadil / Wasit?
Nah sekarang kita kembali ke pribadi masing masing, kebanggaan apa yang ingin kita perjuangkan.
Apakah hanya kemenangan saja, tanpa mempertimbangkan asas kesepakatan yang sudah disepakati bersama, ataukah berani mengakui atas kemampuan diri untuk menempati posisi peringkat dimanapun tingkatannya.  
Hanya kesepakatan bersama saja, bahwa Sang pengadil masih dibutuhkan dan diperlukan.
Jangan pernah malu untuk mengakui diri sendiri bahwa memang segitulah kemampuannya.
Jangan pernah predikat ’gengsi’ untuk alasan mencapai tujuan kemenangan, karena disitulah bibit ke tidak jujuran mulai muncul. Dalam kamus Fair play tidak ada istilah ’gengsi’ kalau kalah, yang ada hanyalah lawan anda memang lebih baik dari anda.
Namun bila anda masih punya rasa malu dan tidak berani untuk mengakui bahwa memang lawan anda lebih baik, saya saran kan untuk bermain Play Station saja. Anda tidak akan pernah bisa mengalahkannya sampai akhir level, dan tidak akan di cemooh bila kalah.

Selamat bermain dan bertanding.
Author
Kelik   

Minggu, 14 Februari 2010

Sing Penting Metu Kringete

Salam Ngos ngosan alias menggeh mengeh dan deyek deyek.

Berawal dari keprihatinan anak anak muda dusun Cokrobedog dan Tegal kalurahan Sidoarum, godean sleman, yang ingin menyalurkan hobi positifnya, tapi tidak punya fasilitas yang sesuai dengan finansial kami. Motivasi kami sangat tinggi untuk bisa menyalurkan hobi dan bakat. Kami usahakan keras untuk punya lapangan dan bisa bermain Badminton. Berbagai cara kami tempuh, terbukti pada pertengahan tahun 2005 kami bisa berlatih badminton. Kami dengan terpaksa meminjam lokasi di bengkel mobil Sito Motor yang mempunyai lahan luas cukup untuk bikin lapangan badminton. Meskipun dengan rasa malu kami coba untuk enjoy berlatih. Kenapa harus ada perasaan malu, karena sesungguhnya letak bengkel mobil Sito motor milik Pak Topo lokasinya tidak masuk bagian dari dusun Cokrobedog dan Tegal. Kami diberi ijin hanya karena beberapa anggota team kami bagian dari keluarga yang merawat / mengurus lokasi bengkel tersebut. Memprihatinkan dan menyedihkan memang pada waktu itu.
Di Cokrobedog sebetulnya ada satu gedung badminton dengan dua line yang di kelola Keluarga besar Pak Igama (alm), tapi waktu itu kita tidak dapat jatah karena sudah full. Beberapa anggota juga sudah ada yang latihan di gedung tersebut ikut tim lain.
Kami tidak pernah menyerah pesan tempat untuk bisa latihan di gedung tersebut.
Selama proses penantian kami tetap terus latihan di bengkel, bahkan sampai ada pertandingan dalam rangka merayakan 17 Agustus menggunakan lapangan tersebut. Sebetulnya kompetisi waktu itu bukan untuk tim kami tapi untuk warga Rt08 Cokrobedog, cuma kebetulan anggota tim kami mayoritas dari Rt 08 dan pengurus bengkel juga masih warga Rt08. Menyedihkan. Waktu itu penulis masih sebagai warga baru di Cokrobedog, jadi belum bisa berbuat banyak. Sehabis even 17-an masih belum juga ada kabar dari gedung tersebut, maka penulis mencoba untuk menstimulasi warga Rt 08 Cokrobedog untuk membangun lapangan badminton sendiri. Kebetulan sekali salah satu warga Rt 08 yang punya tanah luas juga punya hobi badminton, jadi tidak lah susah untuk pinjam lokasi. Meskipun lapangan tersebut dibangun di dan oleh warga Rt 08 namun proses pengerjaannya dilakukan bersama dengan tim kami yang juga sebagai pemrakarsa maka lapangan tersebut boleh dipakai bersama. Lapangan tersebut menjadi basic basis tim kami saat itu, dan juga sekaligus pemberian nama atas tim kami dengan sebutan : PB ARUM Cokrobedog.
Dengan adanya lapangan tersebut kami tetap berupaya untuk tetap bisa berlatih di gedung, karena lapangan yang kami bangun adalah lapangan luar. Team kami sempat menggunakan lapangan luar tersebut beberapa saat sampai akhirnya kami bisa berlatih bermain di gedung sampai sekarang ini. Tapi kami tetap bisa menggunakan lapangan luar tersebut sewaktu waktu yang penting tidak berbenturan jadwal dengan latihan warga Rt 08.
Setelah tim kami bisa berlatih di gedung di Cokrobedog, kami terus meningkatkan kemampuan dengan di bantu dari pemain yang sudah ahli dengan sukarela dengan jadwal 1 minggu sekali tiap hari minggu malam.
Empat setengah tahun sudah kami berlatih dan mengasah kemampuan badminton, memukul shutle cock yang benar, barulah terlihat peningkatannya. Hal ini dibuktikan dengan kompetisi dalam tim untuk meningkatkan level peringkat di Februari 2010.

Demikianlah kisah dari PB ARUM Cokrobedog.
Tulisan ini masih belum lengkap, belum ada profil dan gambar bila rekan anggota tim ada yang ingin menambah melengkapi dan beropini atau siapapun pengunjung situs ini, silahkan kirim ke email : pb.arum.bulutangkis@gmail.com

Terimakasih
Author
Kelik


Hasil kompetisi tim PB Arum Cokrobedog s/d tgl 14 Feb 2010 :