Out...???...Out Angel...!!!
Sebuah Permainan tak bisa lepas dari yang namanya peratuan.
Apapun jenis permainan, tetap selalu ada sebuah kesepakatan antara pelaku itu sendiri maupun pihak lawan. Dengan adanya peraturan, disiplin permainan selalu bisa ditegakkan untuk tetap bisa menjunjung tinggi sebuah motto Fair Play.
Disiplin yang paling utama adalah kejujuran dalam permainan itu. Kejujuran harus selalu dinomor satukan dalam setiap permainan. Dalam suatu permainan selalu sebuah motto utama adalah Fair play, dan selalu diikrarkan sebelum permainan dimulai. Tapi dalam kenyatannya selama permainan itu berlangsung, ketika tenaga dan pikiran sudah terkuras konsentrasi jadi buyar, terbersitlah untuk berbuat tidak jujur. Keseimbangan arogansi Kesombongan mengalahkan lawan dengan tidak mengakui kemampuan skill atas lawan menjadi berbanding terbalik dengan kejujuran yang menopang prinsup utama fair play yang diikrarkan. Sehingga dalam suatu permainan selalu saja yang namanya Fair play menjadi urutan kedua setelah motto prinsip berubah menjadi memenangkan sebuah permainan mengalahkan lawan dengan telak. Disinilah arogansi kesombongan menjadi kuat mengalahkan musuh dengan tidak fair alias curang.
Jujur dan arogansi bukanlah musuh berlawanan yang harus saling mengungguli, tapi sebuah instrument dari karakter dasar manusia yang seiring sejalan sesuai dengan porsi fungsi masing masing.
Jujur dibutuhkan untuk tidak merusak atau melanggar aturan sehingga motto fair play bisa dijunjung tinggi, menang maupun kalah menjadi kebanggaan tersendiri. Kebanggaan untuk bisa tahu seberapa tinggi tingkat kekuatan kita menguasai sebuah permainan tersebut dan mengakui kemampuan lawan atas keahlianya.
Arogansi juga kita butuhkan untuk membangun mental kita menjadi lebih percaya diri untuk mematahkan mental lawan, tentunya tidak dengan anarki.
Kalau sudah kejujuran dan arogansi berjalan selaras, sebetulnya sudah tidak diperlukan lagi pengawas ataupun saksi dalam permainan.
Namun dalam perkembangan sejarah manusia, pelanggaran peraturan sudah menjadi trik sendiri untuk mencapai tujuan. Disinilah mulai diperlukan adanya saksi pengawas untuk menjaga keseimbangan permainan. Saksi pengawas permainan yang sekarang disebut Wasit, sesungguhnya bukanlah sang pengadil atau sang pemutus untuk menegakkan permainan tetap berjalan secara fair play. Banyak sudah yang kita lihat sebagai bukti adanya permainan fair play dalam permainan yang dimainkan oleh masyarakat bawah / permainan rakyat, mereka tidak menggunakan wasit tapi tetap bisa enjoy bermain secara fair play. Hal ini karena antara lawan dan yang melawan sudah saling sepakat dan memahaminya sebelum dimulai.
Masih perlukah Sang Pengadil / Wasit?
Nah sekarang kita kembali ke pribadi masing masing, kebanggaan apa yang ingin kita perjuangkan.
Apakah hanya kemenangan saja, tanpa mempertimbangkan asas kesepakatan yang sudah disepakati bersama, ataukah berani mengakui atas kemampuan diri untuk menempati posisi peringkat dimanapun tingkatannya.
Hanya kesepakatan bersama saja, bahwa Sang pengadil masih dibutuhkan dan diperlukan.
Jangan pernah malu untuk mengakui diri sendiri bahwa memang segitulah kemampuannya.
Jangan pernah predikat ’gengsi’ untuk alasan mencapai tujuan kemenangan, karena disitulah bibit ke tidak jujuran mulai muncul. Dalam kamus Fair play tidak ada istilah ’gengsi’ kalau kalah, yang ada hanyalah lawan anda memang lebih baik dari anda.
Namun bila anda masih punya rasa malu dan tidak berani untuk mengakui bahwa memang lawan anda lebih baik, saya saran kan untuk bermain Play Station saja. Anda tidak akan pernah bisa mengalahkannya sampai akhir level, dan tidak akan di cemooh bila kalah.
Selamat bermain dan bertanding.
Author